-NEO-TASAWUF DAN PROBLEM MODERNITAS

Neo-Tasawuf dan Problem Modernitas


Studi Pemikiran Buya Hamka

Tasawuf merupakan kajian yang menarik, baik dalam kerangka ajaran Islam maupun dalam konteks perkembangan peradaban Islam. Dalam konteks yang pertama, tasawuf dipersoalkan sejauhmana kesesuaiannya dengan al-Quran dan Hadits.

Pada dasarnya Islam memberi tempat kepada jenis penghayatan keagamaan yang bersifat eksoterik (lahiriah) dan esoterik (batiniyah). Ayat-ayat al-Quran mencakup dua jenis keberagamaan ini. Sayangnya, sejarah Islam mencatat adanya polarisasi yang saling menistakan. Polarisasi itu antara lain munculnya ekstrimitas kaum fiqh yang literal di satu sisi, dan ekstrimitas kaum sufi (penganut Tasawuf) di lain sisi.

Tasawuf Dipersoalkan
Sejarah mencatat adanya konflik tajam antara keduanya, diantaranya dengan sikap saling menuduh bahwa lawannya telah menyeleweng dari Islam. Di kalangan mayoritas Islam, terutama yang beraliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Aswaja), tasawuf dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam. Karena itu mayoritas umat Islam di Indonesia yang merupakan penganut Aswaja memandang Tasawuf sebagai ajaran yang sesat.

Namun demikian, gerakan Tasawuf juga mendapat sambutan luas di kalangan umat Islam. Bahkan penyebaran Islam di Indonesia menjadi lebih mudah berkat dakwah yang dilakukan oleh para Sufi. Situasi seperti inilah mulanya yang mendorong Buya Hamka melakukan penelitian tentang Tasawuf, sebagaimana Hamka jelaskan dalam bukunya: “Bilamana kita perhatikan ajaran-ajaran Tasawuf dan latihan-latihannya itu dengan memakai bermacam-macam kata rahasia dan pertumbuhan-pertumbuhannya, dapatlah kita mengetahui bagaimana besar dan luasnya gerakan ini dalam berbagai zaman. Bila diselidiki dengan dasar ilmu pengetahuan, dapatlah kita pisahkan mana pokoknya yang asli dan mana ajaran lain yang disengaja atau tidak telah turut membentuknya. Tetapi tidaklah dapat diragui lagi bahwasanya tasawuf adalah salah satu pusaka keagamaan terpenting yang mempengaruhi perasaan dan fikiran kaum muslimin,” (1981: 20).

Luasnya pengaruh Tasawuf dalam hampir seluruh episode peradaban Islam menandakan bahwa Tasawuf relevan dengan kebutuhan umat Islam. Sebetulnya, sebagaimana dijelaskan Buya Hamka, Tasawuf adalah pusaka umat Islam yang diambil langsung dari al-Quran dan kehidupan Nabi Muhammad Saw.

Oleh karena itu, benturan antara tasawuf (hakikat) dengan fiqih (syariat), menurut Hamka, tidak harus disikapi dengan menolak Tasawuf dan melabelinya sebagai ajaran sesat. Sungguhpun ada sebagian doktrin Tasawuf yang tidak sesuai dengan semangat ajaran Islam, namun substansi dari ajaran Tasawuf sesuai dengan ajaran Islam. Penyimpangan dalam Tasawuf mungkin saja terjadi, mengingat interaksi umat Islam yang demikian luas dengan beraneka macam tradisi agama-agama lain. Mengenai hal ini Buya Hamka dapat dikategorikan sebagai penganjur neo-Tasawuf (Maksum, 2003:113).

Jiwa dalam Tubuh
Menurut Buya Hamka, Tasawuf ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh (1981). Dalam Islam Tasawuf merupakan jantung dari keislaman. Oleh karena itu, sangat tepat jika pendekatan Tasawuf menjadi salah satu daya tarik diterimanya Islam di Indonesia. Lebih jauh lagi, Tasawuf telah meniupkan spiritnya ke dalam hampir seluruh kebudayaan Islam. Tarekat-tarekat sufi sebagai institusi terorganisasi dalam matriks yang lebih besar masyarakat Muslim, memainkan pengaruh besar atas seluruh struktur masyarakat.

Di awal pertumbuhannya, tasawuf merupakan gerakan kritis terhadap kemewahan para penguasa dan kecenderungan haus kekuasan dan jabatan yang diidap oleh sebagian tokoh-tokoh Islam. Problem hedonisme menjadi altar kemunculan dan pertumbuhan tasawuf. Dalam perkembangan selanjutnya tasawuf menjadi suatu pendekatan keagamaan yang diminati mayoritas umat Islam, terutama ketika Imam al-Ghazali mempromosikannya lewat bukunya Ihya ‘Ulumuddin.

Dalam konteks kehidupan masyarakat modern, fenomena ketertarikan masyarakat terhadap pengajian-pengajian yang bernuansa Tasawuf mencerminkan adanya kebutuhan masyarakat untuk mengatasi problem alienasi yang diakibatkan oleh modernitas. Modernitas memang memberikan kemudahan hidup namun tidak selalu memberikan kebahagian bagi masyarakat.(CMM)

di posting dari: cmm@cmm.or.id,cmm_jkt@yahoo.com
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar